Beranda | Artikel
Para Sahabat Tidak Ada Yang Mentakwil Istawa dengan Istaula
Jumat, 24 September 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Muhammad Nur Ihsan

Para Sahabat Tidak Ada Yang Mentakwil Istawa’ dengan Istaula ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah Tentang Nama-Nama Allah dan Sifat-SifatNya. Kajian ini disampaikan pada Jum’at, 17 Safar 1443 H / 24 September 2021 M.

Kajian Tentang Para Sahabat Tidak Ada Yang Mentakwil Istawa’ dengan Istaula

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengajarkan Al-Qur’anul Karim kepada para sahabat, baik secara lafalnya atau maknanya. Bahkan tujuan ayat-ayat Al-Qur’an disampaikan adalah untuk dipahami maknanya dan diketahui maksudnya. Maka Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menyampaikan kedua hal itu, sehingga banyak para sahabat yang menghafal Al-Qur’an dan memahami maknanya.

Oleh karena itu Abu Abdirrahman As-Sulami (salah seorang tabi’in) menjelaskan bahwa para sahabat yang mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka seperti ‘Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhum,

إذا تعلموا من النبي صلى الله عليه وسلم عشر آيات لم يجاوزوها حتى يتعلموا ما فيها من العلم والعمل

Bahwa mereka belajar dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sepuluh-sepuluh ayat dan tidaklah mereka berpindah dari sepuluh ayat ke ayat selanjutnya kecuali bila mereka telah memahami isi kandungannya berupa ilmu dan pengamalannya.

Jadi para sahabat memahami makna dari Al-Qur’an dan pasti (tanpa diragukan) mereka membaca ayat yang berkaitan dengan sifat istiwa’ tersebut. Yang menjadi pertanyaan, adakah dari salah seorang mereka (sahabat, tabi’in) bahwa istawa’ itu bukanlah hakiki tapi majazi, bahwa Allah tidak istiwa’ di atas ‘Arsy? Demi Allah sama sekali tidak ditemukan hal itu. Bahkan kata Imam Ibnul Qayyim, semua sahabat dan tabi’in sepakat bahwa Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala  di atas ‘Arsy, Maha Tinggi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagi orang-orang Jahmiyah yang mengingkari sifat-sifat Allah dan mentakwilnya, silakan datangkan satu nukilan dari para sahabat dan tabi’in yang mengingkari sifat tersebut.

Oleh karena itu Imam Ibnul Qayyim ketika menyebutkan syubhat Jahmiyah yang mengatakan makna istiwa’ adalah istaula (berkuasa) bukan tinggi, bukan di atas, maka Ibnul Qayyim menjelaskan kebatilan pentakwilan tersebut memiliki lebih dari 41 sisi pendalilan. Di poin terakhir Imam Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para tabi’in dan imam-imam Ahlus Sunnah, mereka sepakat dengan makna dari istiwa’ adalah bahwa Dzat Allah Maha Tinggi di atas seluruh makhlukNya sesuai dengan kebesaran dan keagunganNya. Tidak seorangpun dari mereka yang mengatakan bahwa makna istiwa’ adalah istaula.

Dzat Allah Maha Tinggi, dan Allah tidak butuh kepada ‘Arsy. Bahkan ‘Arsy tidak runtuh karena ada malaikat yang memikulnya, dan semua itu dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tidak mungkin ada dari kalangan para sahabat begitu membaca ayat tentang istawa’ kemudian mereka berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana istawa’?” Maka kita meyakini bahwa cara yang benar dalam memahami Al-Qur’an dan mengamalkannya adalah apa yang diajarkan Rasulullah kepada para sahabat. Sahabat memahaminya kemudian menukil hal itu kepada tabi’in, kemudian terus turun-temurun kepada imam-imam Ahlus Sunnah dizaman sekarang. Itulah aqidah, manhaj, dan konsep hidup kita.

Lalu kaum Jahmiyah yang mengingkari sifat istiwa’ ini adakah mereka memiliki pendahulu dari kalangan sahabat, tabi’in, atba’ut tabi’in yang mengingkari atau mentakwil sifat istawa’ dengan istaula? Demi Allah mereka tidak akan mendapatkan hal itu. Maka pendahulu mereka adalah Jahm bin Safwan, kemudian dari Jahmiyah diteruskan oleh Mu’tazilah dan ahlul kalam secara keseluruhan yang tidak menerima dzahir Al-Qur’an (terutama dalam masalah asma’ wa shifat).

Saudaraku, pelajari agama kita dengan benar, berpegang teguhlah. Inilah agama yang Allah muliakan kita dengan Islam ini. Sumbernya jelas, para pewarisnya jelas, sanadnya jelas, maka berhati-hati. Sifat orang beriman adalah sebagaimana yang disampaikan para ulama salaf adalah mengimani bahwa Allah telah menurunkan syariat, meyakini bahwa Nabi telah menyampaikan risalah dan berserah diri kepada agama Allah.

Allah telah bersaksi tentang diriNya:

ٱلرَّحۡمَـٰنُ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ ٱسۡتَوَىٰ

Ini adalah persaksian Allah dalam tujuh ayat dalam Al-Qur’anul Karim. Dan itu yang disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lalu apakah kita mengatakan bahwa maksudnya bukan istawa’ atau tinggi diatas ‘Arsy? Apakah Anda lebih paham tentang diri Allah daripada Allah? Anda bersaksi tentang sesuatu pada diri Allah yang tidak Allah saksikan? Maka hal ini jelas kedustaan atas nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan dosa besar.

…وَأَن تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Kamu mengatakan sesuatu tentang Allah yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah[2]: 169)

Dan semua hal itu akan diminta pertanggungjawaban di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian

Untuk mp3 kajian yang lain: silahkan kunjungi mp3.radiorodja.com


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50751-para-sahabat-tidak-ada-yang-mentakwil-istawa-dengan-istaula/